Surat Sahabat
Oleh Andrie
Wongso
Alkisah, siang yang terik di perempatan jalan raya sebuah kota
besar. Putra yang sedang berkendara, melihat lampu diperempatan jalan berubah
dari kuning ke merah. Bukannya melambatkan laju mobilnya, dia malah ’tancap’
gas. Ia tahu, lampu merah di persimpangan itu biasanya menyala cukup lama.
Keengganannya menunggu membuatnya nekad menerobos lampu lalu lintas.
Pelanggaran
yang dilakukan pun segera menuai reaksi dan terdengar suara peluit keras
sekali. “Priiiiiiitttt!” Seorang polisi melambaikan tangan memintanya
berhenti. Dengan hati mengumpat jengkel, Putra menepikan kendaraannya. Dari
kaca spion, ia memperhatikan polisi yang mendatanginya. Wajahnya familiar.
“Ah, itu kan
Andi, teman SMA-ku dulu!” Putera merasa lega, segera turun dari mobil dan
menyambut Andi layaknya teman lama. “Hai, Andi. Apa kabar? Senang sekali bisa
ketemu kamu lagi! Maaf nih, karena lagi buru-buru, aku terpaksa menerobos lampu
merah.”
“Halo
Putra,” sapa Andi. Namun, dengan wajah serius dan tanpa senyuman di wajahnya.
“Aku mengerti. Tapi Put, jujur aja, kami sering memperhatikan kamu melanggar
lampu merah di persimpangan ini.”
“Oh ya?”
Putra memasang tampang kurang senang. “Kalau begitu, silakan tilang saja!”
Dengan kasar, Putra menyerahkan SIM-nya kepada Andi dan masuk ke mobilnya
sambil membanting pintu. Melalui sudut matanya, Putra memperhatikan Andi
menulis. Hatinya jengkel, mengingat perlakuan teman lamanya yang dirasanya
kurang simpatik itu.
Tak lama,
Andi menghampiri mobil Putra dan Putra pun menurunkan kaca jendela sedikit,
mengambil kertas yang diselipkan melalui celah sempit itu, dan melemparnya
begitu saja ke atas dashboard mobil. Andi sempat tertegun melihat kelakuan
teman lamanya itu.
Setelah tiba
di tempat tujuan, sebelum turun dari mobil, Putra mengambil kertas dari Andi.
Tiba-tiba, ia menyadari SIM-nya terselip di situ. Dan kertas yang dikiranya
surat tilang ternyata adalah secarik surat untuknya.
Sambil
terheran-heran, ia segera membaca isi surat Andi.
“Putra,
mungkin kamu masih jengkel ya. Aku mau berbagi cerita. Dulu, aku
punya seorang anak perempuan. Sayangnya, dia meninggal, tertabrak seorang
pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Orang itu dipenjara selama
beberapa bulan dan setelah masa tahanannya berakhir, ia bisa bertemu dan
memeluk anak-anaknya lagi. Sedangkan, anakku satu-satunya sudah tiada. Mungkin
kamu berpikir pelanggaran lalu lintas sebagai hal remeh. Namun bagiku,
pelanggaran semacam ini adalah hal besar yang mempengaruhi seluruh kehidupanku.
Aku harap kamu berhati-hati dalam berkendara. Semoga selamat sampai di tujuan.
Salam, Andi.”
Putera
terhenyak. Matanya berkaca-kaca, ada rasa sedih dan sesal di situ. Ia berjanji
dalam hati akan meminta maaf kepada Andi dan sejak saat itu akan berhati-hati
dalam berkendara.
Netter yang Bijaksana,
Sering kali
ketidak hati-hatian kita dalam bersikap bisa menyebabkan celaka bagi orang
lain. Saat itu terjadi, yang tersisa hanyalah kesedihan dan penyesalan. Mari
tingkatkan kewaspadaan kita dan lebih berhati-hati dalam bersikap, untuk
menghargai kehidupan kita sendiri dan orang lain.
Salam sukses luar biasa!